Mobil hybrid memperoleh insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3 persen. Namun, nilai tersebut dianggap sangat rendah dan tidak sebanding jika dibandingkan dengan insentif yang diberikan untuk mobil listrik.
CEO PT Indomobil National Distributor (IND), agen pemegang merek Citroen, Tan Kim Piauw, menyatakan bahwa perusahaan mereka sebenarnya memiliki kendaraan hybrid yang dapat dipasarkan di Indonesia. Namun, insentif yang diberikan oleh pemerintah mendorong mereka untuk lebih fokus pada pengembangan mobil berbahan bakar bensin dan listrik.
Pemerintah menunjukkan dukungan yang sangat kuat terhadap kendaraan listrik (EV). Ketika membahas tentang kendaraan hybrid dan EV, meskipun saat ini ada perhatian dari pemerintah terhadap mobil hybrid, namun kontribusinya hanya mencapai tiga persen. Seberapa signifikan dampaknya? ujar Tan kepada wartawan di Jakarta Selatan baru-baru ini.
Diketahui bahwa pemerintah telah memberikan insentif untuk mobil listrik yang diimpor secara utuh dari luar negeri (CBU). Insentif ini berupa pembebasan bea masuk untuk menekan harga jual yang tinggi di Indonesia.
"Jika kita bandingkan dengan EV, perbedaannya sangat mencolok. Pajak untuk tahun ini hanya satu persen, ditambah dengan kemungkinan CBU yang disertai garansi, pajak barang mewah nol persen, dan bea masuk juga bisa menjadi nol persen. Jika semua itu dijumlahkan, subsidi untuk mobil hybrid tidak sebanding," tambah Tan.
Citroen memutuskan untuk memusatkan perhatian pada kendaraan listrik dan jajaran model mesin pembakaran internal (ICE) mereka di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh insentif yang ada saat ini dianggap belum memadai untuk menurunkan harga jual mobil hybrid.
"Tentu saja akan ada (mobil listrik baru), karena kami sejalan dengan program pemerintah. Kami tidak bisa hanya fokus pada ICE, kedua segmen harus seimbang. Pasar ICE masih sangat kuat di Indonesia," ungkap Tan.