Industri otomotif, terutama produsen kendaraan listrik, merasa lega setelah adanya perkembangan positif dalam perundingan perdagangan antara Amerika Serikat dan China. Kedua negara telah sepakat untuk menunda tarif timbal balik dan fokus pada penyelesaian negosiasi tarif perdagangan. Amerika Serikat memutuskan untuk menunda penerapan tarif 145% terhadap barang-barang dari China. Nandi Julyanto, Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, menyatakan bahwa China merupakan pusat perhatian dalam hal kendaraan listrik. 'Kami bersyukur bahwa tim perunding dari China dan Amerika telah mencapai kesepakatan yang signifikan,' ungkap Nandi dalam dialog Trump Effect yang diselenggarakan oleh Kagama Leaders' Forum. Ia menambahkan bahwa jika kesepakatan ini tidak tercapai, produk dari China akan menghadapi tarif tinggi di Eropa dan Amerika, yang dapat mendorong mereka untuk memasuki pasar negara-negara lain, termasuk Indonesia. Nandi juga mencatat bahwa meskipun ada risiko tersebut, keputusan pembelian tetap berada di tangan konsumen. Ia memberikan contoh pasar Filipina yang telah dipenuhi oleh mobil dari China, meskipun mobil listrik belum masuk ke negara tersebut karena keterbatasan pasokan energi listrik, berbeda dengan Indonesia yang memiliki surplus energi listrik di wilayah Jawa-Bali. Oleh karena itu, mobil dari China yang masuk ke Filipina lebih banyak dalam bentuk hybrid daripada listrik murni. Dalam situasi ketegangan perdagangan global saat ini, Nandi memprediksi akan muncul keseimbangan baru. Dia percaya bahwa pembeli akan memainkan peran penting dalam menentukan pasokan dan permintaan. Oleh karena itu, industri otomotif di Indonesia perlu mempersiapkan diri, salah satunya dengan mencari tujuan ekspor kendaraan. "Dengan demikian, permintaan dan penawaran akan ditentukan oleh konsumen. Namun, kami juga sedang mempersiapkan tujuan ekspor baru yang tentunya dapat meningkatkan kapasitas produksi kami, sehingga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia," ujar Nandi.