Kasus Korupsi Sritex, Kejaksaan Agung Memeriksa Pejabat Bank BNI

Selasa, 03 Juni 2025

    Bagikan:
Penulis: Seraphine Claire
(ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc)

Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang melakukan pemeriksaan terhadap dua pejabat PT Bank BNI sehubungan dengan kasus dugaan korupsi yang berkaitan dengan pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).

Kedua individu tersebut adalah SMS yang menjabat sebagai Kredit Analis PT Bank BNI pada tahun 2012 dan ADN yang juga menjabat sebagai Kredit Analis PT Bank BNI.

"Para saksi tersebut telah diperiksa sehubungan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pemberian kredit oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, PT Bank DKI, serta Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (PT Sritex) dan entitas anak usaha yang terkait dengan Tersangka Iwan Setiawan Lukminto, dan lain-lain," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam pernyataannya pada hari Selasa (3/6/2025).

Selain dua analis kredit dari Bank BNI, penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap lima individu lainnya.

Dua di antara mereka adalah perwakilan dari anak perusahaan Sritex.

Mereka adalah NW dan FPR, yang keduanya menjabat sebagai Staf Keuangan di PT Rayon Utama Makmur. Selanjutnya, tiga saksi lainnya berasal dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB).

Mereka adalah ALP, GP, dan MR, yang merupakan anggota Komite Kredit di Bank BJB. Hingga saat ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait pemberian kredit.

Tiga tersangka tersebut adalah DS (Dicky Syahbandinata) yang menjabat sebagai Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) pada tahun 2020, Zainuddin Mappa (ZM) yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank DKI pada tahun 2020, dan Iwan Setiawan Lukminto (ISL) yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Sritex dari tahun 2005 hingga 2022.

Jumlah pinjaman dari BJB dan Bank DKI mencapai Rp 692 miliar dan telah ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara akibat pembayaran kredit yang macet.

Hingga saat ini, Sritex tidak dapat melakukan pembayaran karena telah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024.

Namun, berdasarkan konstruksi kasus, Sritex memiliki total kredit macet yang mencapai Rp 3,58 triliun.

Angka ini diperoleh dari pemberian kredit kepada beberapa bank daerah dan bank pemerintah lainnya yang dasar pemberian kreditnya masih dalam penyelidikan oleh pihak penyidik.

Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) diketahui telah memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800.

Sementara itu, sindikasi bank yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga memberikan kredit dengan total keseluruhan mencapai Rp 2,5 triliun.

Status kedua bank ini masih sebatas sebagai saksi, berbeda dengan BJB dan Bank DKI yang sudah ditemukan adanya tindakan melawan hukum.

Akibat tindakan mereka, para tersangka telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Mereka juga segera ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk keperluan penyidikan.

(Seraphine Claire)

Baca Juga: Pencarian Korban Hilang Di Sumut Intensif, Tim SAR Manfaatkan Cuaca Membaik
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.