Konsumen Muslim Mengeluarkan 2,43 Triliun Dolar AS Untuk Sektor Ekonomi Islam

Selasa, 08 Juli 2025

    Bagikan:
Penulis: Nora Jane
(ANTARA/M. Baqir Idrus Alatas)

Laporan Ekonomi Islam Global (SGIE) 2024/2025 mencatat bahwa dua miliar konsumen Muslim di seluruh dunia mengeluarkan lebih dari 2,43 triliun dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2023, yang menunjukkan peningkatan sebesar 5,5 persen year on year (yoy) di seluruh sektor ekonomi Islam.

"Dua miliar konsumen Muslim di seluruh dunia menghabiskan lebih dari 2,43 triliun dolar AS di sektor ekonomi halal, yang mencakup sektor riil seperti makanan, perjalanan, media, kosmetik, mode modest, rekreasi, farmasi, dan ini didukung oleh aset keuangan Islam yang mencapai 4,93 triliun dolar AS," kata Partner DinarStandard Reem El Shafaki dalam acara Peluncuran Global Laporan Ekonomi Islam Global (SGIE) 2024/2025, di Jakarta, pada hari Selasa.

Diketahui bahwa pengeluaran konsumen untuk makanan halal mencapai 1,43 triliun dolar AS, modest fashion 327 miliar dolar AS, kosmetik halal 87 miliar dolar AS, media dan rekreasi 260 miliar dolar AS, perjalanan ramah Muslim 217 miliar dolar AS, serta farmasi halal 107,1 miliar dolar AS.

Total negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang mengimpor produk halal mencapai 407,75 miliar dolar AS pada tahun 2023.

Sementara itu, sepuluh negara eksportir terbesar produk halal ke negara anggota OKI adalah China 32,51 miliar dolar AS, India 28,88 miliar dolar AS, Brasil 26,93 miliar dolar AS, Rusia 20,61 miliar dolar AS, Amerika Serikat 20,16 miliar dolar AS, Turkiye 17,76 miliar dolar AS, Uni Emirat Arab (UAE) 16,01 miliar dolar AS, Prancis 15,16 miliar dolar AS, Indonesia 12,33 miliar dolar AS, dan Jerman 12,10 miliar dolar AS.

Pada tahun 2030, diperkirakan pertumbuhan populasi Muslim akan mencapai sekitar 2,2 miliar, dengan lebih dari 540 juta pemuda beragama Islam yang akan membentuk permintaan pasar.

Ke depan, belanja di pasar halal diprediksi mencapai 3,36 triliun dolar AS pada tahun 2028, meningkat sebesar 608,36 miliar dolar AS dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 8,3 persen. Peningkatan ini disebabkan oleh dorongan permintaan konsumen yang lebih tinggi (terutama di negara-negara anggota OKI dengan Produk Domestik Bruto per kapita yang tinggi), perbaikan kerangka regulasi, dan perluasan rantai pasokan halal secara global.

Tahun ini, terjadi peningkatan signifikan dalam perdagangan intra-OKI yang didukung oleh investasi dan kebijakan strategis yang bertujuan untuk mengembangkan manufaktur regional, ketahanan pertanian, serta kerja sama ekonomi.

Negara-negara seperti Arab Saudi, UAE, Indonesia, dan Turki muncul sebagai pemimpin dalam mempromosikan perdagangan dan investasi halal di tingkat intra-regional, yang menunjukkan pergeseran mendasar dari ketergantungan tradisional pada ekonomi Barat.

Kebangkitan BRICS (Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) dan proses de-globalisasi yang progresif, yang ditandai dengan inisiatif reshoring di seluruh negara OKI, menjadi katalis untuk langkah yang jelas menuju multi-polaritas ekonomi.

Berdasarkan laporan tersebut, Indonesia yang secara khusus bertujuan untuk menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2045, mencerminkan perubahan arah dengan berupaya mendorong aktivitas ekonomi regional yang signifikan dan independen dari struktur kekuatan global yang tradisional.

Mengingat bahwa konsumen di seluruh dunia semakin menghargai keaslian dan tanggung jawab etis, merek-merek lokal dan regional yang autentik mengalami pertumbuhan yang signifikan dan mendapatkan pengakuan di tingkat internasional. Contohnya adalah The Fix Chocolatier, produk cokelat dari Dubai yang menarik perhatian global karena kesesuaian dengan identitas budaya dan etika. Hal ini menunjukkan potensi merek lokal untuk berkembang secara global tanpa mengorbankan keaslian.

Ketergantungan pada merek dan rantai pasokan Barat juga berkurang, seiring dengan terjadinya transformasi signifikan dalam ekonomi Islam yang dipicu oleh meningkatnya aktivisme konsumen etis, yang pada gilirannya mempengaruhi perilaku pembelian.

Ketegangan geopolitik, terutama yang berkaitan dengan genosida yang dilakukan oleh rezim Zionis Israel terhadap masyarakat Palestina di Gaza, telah memicu tingkat boikot yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap merek global yang dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai etika dan regional. Tindakan ini menyebabkan pergeseran yang signifikan menuju alternatif lokal dan regional.

Dalam analisis sentimen media sosial yang dilakukan oleh DinarStandard untuk periode Oktober 2023 hingga Maret 2025, ditemukan adanya peningkatan yang tajam dalam sentimen pro-alternatif, terutama di sektor makanan dan minuman, teknologi, model, serta kosmetik, sebagai dampak dari tindakan Zionis Israel di Gaza.

ZUS Coffe dari Malaysia, merek cola yang sedang populer dari Yordania hingga Pakistan, rumah kecantikan bersertifikat halal seperti Wardah, serta aplikasi Boycat dan No Thanks memanfaatkan momentum ini untuk mengintegrasikan pilihan berbasis nilai ke dalam kebiasaan sehari-hari.

"Ada sentimen negatif yang sangat besar serta rasa marah dan geram terhadap merek lokal yang dianggap mendukung pendudukan dan genosida. Di sisi lain, terdapat sentimen positif terhadap merek lokal yang sejalan dengan etika kami dan mendukung nilai-nilai kami," ujar Reem.

(Nora Jane)

Baca Juga: Hadapi Ancaman Investasi Bodong, OJK Beri Penyuluhan Ke Mahasiswa UMSU
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.